|
ㅇ <The National Geographics Indonesia> 2020년 8월호에 게재 (예정) 한국 ‘위안부’와 인도네시아
김영수
1941년 12월 7일, 일본제국이 미국 하와이 진주만 기습공격으로 태평양전쟁은 개시되었다. 점차 세력을 확장하던 일본은 전격적으로 동남아 지역을 침공하기 시작했고 이에 대해 350여년간 인도네시아를 식민 통치하던 네덜란드는 연합국 일원으로 일본에 선전포고를 하게 된다. 1942년 1월 10일 일본군은 동부 칼리만탄 지역을 시작으로 인도네시아에 대한 침공을 시작하는데 그 주목적은 전쟁물자를 위한 천연 자원, 특히 원유와 고무 확보와 전쟁 수행을 지원할 강제 노동력 (노무자) 확보에 있었다. 따라서 원유 생산지와 고무 생산지인 칼리만탄과 수마트라, 그리고 술라웨시 지역 장악을 위해 일본은 집중하게 된다. 또한 인구가 상대적으로 많은 자바 지역의 노동력이 일본군을 위한 강제 노동(노무자)로 강제 차출되어 인도네시아 내외로 끌려 나가게 된다. 인도네시아에 대한 일본의 식민통치는 1942년 3월 9일, 인도네시아 서부 자바 칼리자티에서 인도네시아 주둔 네덜란드 군 사령관인 푸르텐(Hein ter Poorten)이 일본군에 항복문서에 서명함으로서 시작되었다. 인도네시아에 대한 일본의 식민통치는 1945년 8월 17일, 인도네시아 독립을 선언할 때까지 진행되었다. 일본이 인도네시아를 장악했던 3년 5개월여 동안 약 17만 4천 9백명의 일본군 (육군, 해군 중심)이 인도네시아 각지에 주둔하게 된다. 한편 군인들의 성욕 해결과 군대 내 성병 확산 방지, 그리고 치안 유지를 위해 일본 군부는 인도네시아를 포함하여 동남아 지역에 약 100개소의 위안소를 체계적으로 운영하게 된다. 인도네시아 진주 초기에는 일본군의 성적 욕구를 해소하기 위해 인도네시아 어쩔 수 없이 잔류가 되어 포로가 된 네덜란드, 오스트레일리아, 그리고 영국 여성들이 그 희생 대상의 되었다. 인도네시아 내에서 전선의 확대와 주둔 일본군 수의 증가는 ‘위안부’ 수요를 자연스럽게 확대시켰다. 일본은 그 수요를 충족시키기 위해 한국, 인도네시아, 중국, 말라야(말레이시아, 싱가포르), 태국, 필리핀, 미얀마, 베트남, 인도, 유라시아, 그리고 태평양 군도에서 ‘위안부’를 강제로 차출하기 시작했다. 많은 관련 문건의 파기와 일본 정부의 폐쇄적 태도로 인해 현재까지 태평양전쟁 기간 동안 일본에 의해 ‘위안부’로 강제 차출된 여성의 숫자는 정확하게 파악된 통계는 없다. 다만, 최소 2만명에서 최대 41만영으로 추산하는 다양한 의견이 있을 뿐이다. 따라서 한국 (남-북한 포함)에 있어 ‘위안부’로 차출되어 인도네시아로 강제로 끌려간 사람의 숫자는 공식적으로 밝혀진 것은 없다. 다만 그들은 주로 취업 사기에 걸려 들어 ‘위안부’가 되었다는 증언만 남아 있을 뿐이다. 취업 사기에 주로 사용된 거짓말은 (인도네시아에 있는 군병원의 임시 간호사 취업)으로 밝혀지고 있다. 지금까지 인도네시아 내, 한국 ‘위안부’들의 흔적이 밝혀진 것으로는 수마트라 팔렘방시 무시(Musi)) 강가에 있었던 일련의 위안소에서 생활한 한국 ‘위안부’들의 상황과 그녀들을 관리, 감독한 조직과 체계를 밝히고 있는 문헌상 기록과 중부 자바, 암바라와(Ambarawa) 지역에 남아 있는 위안소의 실제적 유적을 들 수 있다. 특히 암바라와 위안소는 정서운 할머니(1924-2004)가 ‘위안부’ 생활을 했던 곳으로 알려져 있다. 현재 암바라와 위안소 유적은 관리하는 사람 없이 퇴락한 상태로 방치되다시피 허물어져 가고 있다. 사망하기 전 정서운 할머니가 끔찍했던 과거를 회상할 때, 인도네시아 중부 자바 암바라와 이야기를 할 경우, 가슴을 치며 통곡했다는 일화가 남아 있다. 일본이 태평양전쟁애서 항복하고 인도네시아가 독립을 선언한 1945년 8월 17일 이후, 패주하는 일본군과 함께 한국 ‘위안부’들 대부분은 귀국, 귀향하는 기회를 잡았으나, 그렇지 못하고 인도네시아 각지에서 어쩔 수 없이 ‘현지화’된 한국 ‘위안부’들도 상당 수 있을 것으로 추산되고 있다. 그들이 인도네시아 현지에서 어떻게 ‘현지화’ 되고 살다, 세상을 떠났는지 현재까지 알려진 것은 아무 것도 없다. 또한 몇 명이 현재까지 생존해 있고, 인도네시아에 남아 있는 한국 ‘위안부’들의 자손에 대한 조사, 연구는 전무한 실정이다. 2020년 7월 현재, 한국 내에 생존해 있는 ‘위안부’ 출신 여성의 수는 17명을 기록하고 있다. 이제 그녀들의 나이들이 대부분 90세를 넘어 조만간 한국 안에 생존해 있는 일본군에 의해 강제로 ‘위안부’가 된 사람들은 모두 사라질 것으로 예상되고 있다. 그렇지만, 오늘도 생존해 있는 17명의 한국 ‘위안부’들은 아직도 그들의 과거 잘못을 사죄하지 않고 있는 일본 정부에 대해 그들을 강제로 ‘위안부’로 만든 사실에 대한 공식 사과와 그에 따른 법적으로 합당한 보상을 강력하게 요구하고 있는 중이다.
김영수 (2020년 7월 5일) 한국외국어대학교대학원 (비교문학박사) KBS 국제방송/선임 PD 역임 『인도네시아 ‘위안부’ 이야기』 번역 출간 (2019) ================================================== ‘Ianfu’ Korea dan Indonesia
Kim, Young Soo
Pada tanggal 7 Desember 1941, secara mendadak, Imperialis Jepang menyerbu pulau Hawaii (Teluk Pearl Harbor) Amerika Serikat, dicetuskannya ‘Perang Pasifik’. Kekuatan militer Jepang yang semakin disebarluaskan, akhirnya mulai menyerang wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia. Sehubungan dengan invasi Jepang, Negeri Belanda yang menjajah Indonesia selama kurang-lebih 350 tahun lamanya, sebagai salah satu negara Sekutu mengumumkan pernyataan perang terhadap Jepang. Pasukan Jepang pada tanggal 10 Januari 1942 mulai melancarkan invasi terhadap Kalimantan Timur dalam rangka memperoleh sumber-sumber alam khususnya minyak mentah dan karet yang dibutuhkan bagi bahan material peperangan. Ditambah lagi, Imperialis Jepang sangat memerlukan tenaga kerja masyarakat Indonesia sebagai Romusha (pekerja paksa) yang dapat membantu operasi militer Jepang. Oleh karenanya, untuk mendapat minyak mentah dan karet, kekuatan militer Jepang difokuskan pada Kalimantan dan Sumatera semantara pulau Jawa menjadi sumber utama untuk memasok Romusha secara paksa dan sepihak oleh Jepang. Romusha tetap dipakai bagi kepentingan militer Jepang baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia. Penjajahan Jepang terhadap Indonesia dimulai pada tanggal 9 Maret 1942, sesaat setelah panglima besar pasukan Negeri Belanda, jenderal Hein ter Poorten menandatangani penyerahan tanpa syarat di Kalijati, Jawa Tengah. Penjajahan Jepang terhadap Indonesia berlangsung sampai tanggal 17 Agustus 1945, Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, selama kurang-lebih 3 tahun 5 bulan. Selama pendudukan Jepang, sekitar 174.900 anggota militer Jepang (kebanyakan angkatan darat dan laut) ditempatkan di berbagai wilayah Indonesia. Sementara itu, untuk mengatasi nafsu birahi, mencegah penularan penyakit kelamin dan mengontrol keamanan, di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia, mendirikan dan mengoperasikan sekitar 100 buah ‘Ianjo’ (rumah bordil militer Jepang) secara sistematis. Pada awal permulaan penjajahan Jepang di Indonesia, tahanan perang dari Negara Sekutu, Negeri Belanda, Australia, dan Inggris menjadi korban, sasaran perkosaan secara brutal oleh militer Jepangk. Semakin disebarluaskan medan perang dan ditingkatkan jumlah pasukan Jepang di Indonesia, secara otomatis meningkatkan jumlah kebutuhan ‘Ianfu’(Budak Seksual). Untuk mencukupi kebutuhan yang semakin meningkat, militer Jepang secara paksa mengumpulkan ‘Ianfu’ dari manca negara misalnya Korea, Indonesia, China, Malaya(Malaysia, Singapore), Thailand, Pilipina, Myanmar, Vietnam, India, Eurasia, dan pulau-pulau di Pasifik. Sehubungan dengan jumlah ‘Ianfu’ selama ‘Perang Pasifik’, hingga saat ini belum ada statistik yang tepat, karena sejumlah besar dokumen terkait telah lenyap dan dibuang tanpa jejak apapun dan adanya sikap tertutup pemerintah Jepang. Hanya terdapat beberapa opini yang menafsirkan jumlah ‘Ianfu’, minimum sekitar 20 ribu orang, maksimum sekitar 410 ribu orang. Oleh karenanya, jumlah ‘Ianfu’ Korea (Korea Selatan dan Korea Utara) yang dibawakan secara paksa oleh Jepang ke Indonesia, hingga saat ini belum ada statistik yang resmi. Hanya terdapat beberapa kesaksian oleh penyitas (survivor) yang pernah ditipu oleh Jepang. Jepang menipu mereka dengan membohongi penyediaan lapangan kerja baru di Indonesia, milsalnya juru rawat sementar di rumah sakit militer. Hingga saat ini, jejak-jejak ‘Ianfu; Korea di Indonesia ditemukan sangat minim, misalnya dokumen-dokumen tentang keadaan ‘Ianjo’ Korea di tepi sungai Musi, Palembang, Sumatera termasuk sistem pengoperasian dan struktur ‘Ianjo’. Sedangkan tempat peninggalan ‘Ianjo’ yang pernah ditempatkan ‘Ianfu’ Korea (sekitar 26 orang) masih berada di Ambawara, Jawa Tengah dalam keadaan setengah kehancuran. ‘Ianjo’ Ambarawa terkenal sebagai tempat ‘Ianfu’ Korea, nenek Jeong Seoun(1924-2004). Sebelum meninggal dunia, beliau sering mengingatkan Kembali kehidupan yak ada harapan apapun di Ambawara, sambil bercucuran air mata dan mengeluh tak henti-hentinya. Setelah Jepang kalah dalam ‘Perang Pasifik’, dan Bangsa Indonesia mendeklarasikan Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Sebagian besar ‘Ianfu’ Korea berhasil pulang ke tanah air, Korea. Tapi ada juga ‘Ianfu’ Korea tak berkesempatan pulang ke Korea, mau tidak mau, tinggal di Indonesia melalui proses ‘lokalisasi’ masyarakat setempat. Jumlah ‘Ianfu’ Korea itu hingga saat ini belum diselidiki secara sistematis. Dengan kata lain, sama sekali tidak ada hasil penelitian terhadap nasib ‘Ianfu’ Korea di Indonesia termasuk statistic tentang jumlah ‘Ianfu’ Korea yang masih hidup, dan keadaan keturunannya. Pada bulan Juli tahun 2020, di Korea Selatan terdapat 17 penyitas(survivor), ‘Ianfu’. Mereka sudah usia lanjut, rata-rata 90 tahun lebih. Dengan kata lain, dalam waktu tidak lama lagi, di Korea Selatan tidak ada lagi ‘Ianfu’ yang pernah dipaksakan oleh militer Jepang, menjadi ‘Budak Seksual’. Namun demikian, baik 17 penyitas tersebut maupun seluruh rakyat Korea tetap mendesak dengan tegas, Minta Maaf Resmi atas nama Pemerintah Jepang sehubungan dengan kesalahan mereka pada masa silam yang merekrukan ‘Ianfu’ dan meminta kompensasi yang layak sesuai dengan Hukum Internasional.
Kim, Young Soo (5 Juli 2020) Bidang Studi : Bahasa Indonesia (Ph.D., Comparative Literature) Mantan Senior PD/Kepala Siaran Bahasa Indonesia, KBS (Korean Broadcasting System) Menerjemahkan dan menerbitkan Karya Pramoedya Ananta Toer 『Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer』 ke dalam bahasa Korea (2019)
|